首页 > 综合
Bukan Hanya 'Jualan Online', DFS Lab Sebut Digitalisasi UMKM Perlu Pendekatan Holistik
发布日期:2025-06-10 12:56:18
浏览次数:656
Warta Ekonomi,quickq下载入口 Jakarta -

Untuk mencapai target ekonomi digital, perlu penguatan akselerasi transformasi digital bagi UMKM. 

Studi terbaru oleh DFS Lab dan Somia CX menemukan bahwa sebagian besar program pendampingan UMKM masih fokus pada peningkatan keterampilan digital, meski banyak inisiatif telah dilakukan.

Bukan Hanya 'Jualan Online', DFS Lab Sebut Digitalisasi UMKM Perlu Pendekatan Holistik

Bukan Hanya 'Jualan Online', DFS Lab Sebut Digitalisasi UMKM Perlu Pendekatan Holistik

Founder dan Direktur DFS Lab, Jake Kendall, menyatakan bahwa tantangan utama adalah penguatan kemampuan bisnis dasar yang belum tersentuh digitalisasi. Berjualan online hanyalah bagian kecil dari proses usaha berkelanjutan. UMKM membutuhkan dukungan lebih luas untuk berkembang dan menjangkau pasar baru.

Bukan Hanya 'Jualan Online', DFS Lab Sebut Digitalisasi UMKM Perlu Pendekatan Holistik

"Berjualan secara daring sangatlah kompetitif, dengan jutaan penjual yang bersaing. Ini merupakan langkah awal yang penting untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, tetapi kesuksesannya tidak hanya bergantung pada membuka toko, mengunggah foto, dan menulis keterangan yang menarik. Pelaku UMKM masih menghadapi tantangan seperti akses permodalan, pengelolaan keuangan, pengembangan dan produksi produk, serta pemasaran melampaui platform digital," katanya di Jakarta, Senin (9/6/2025).

Bukan Hanya 'Jualan Online', DFS Lab Sebut Digitalisasi UMKM Perlu Pendekatan Holistik

Pendekatan Holistik untuk Digitalisasi UMKM

Kendall menekankan pentingnya pendekatan holistik, mulai dari perancangan hingga pasca-program. DFS Lab dan Somia CX mengidentifikasi 10 praktik terbaik, seperti kolaborasi pemangku kepentingan, kurasi peserta, pelibatan komunitas lokal, dan pelatihan aplikatif. Evaluasi pasca-program juga krusial untuk keberlanjutan.

Baca Juga: OJK Targetkan Penjaminan UMKM Jadi 90% di 2028, Hingga April Sudah 80,5%

"Pengembangan program perlu dimulai dengan kolaborasi pemangku kepentingan dan kurasi peserta agar sesuai dengan tujuan dan kesiapan UMKM, didukung kajian kebutuhan dan celah potensi. Penting juga melibatkan komunitas lokal, memberi insentif, menyampaikan manfaat pelatihan lewat studi kasus, serta menyediakan pelatihan yang aplikatif. Evaluasi dan pendampingan pasca program sangat krusial untuk keberhasilan jangka panjang. Digitalisasi bukan tujuan akhir, melainkan awal dari proses pemberdayaan UMKM," paparnya.

Dalam upaya mendukung pertumbuhan UMKM, pemerintah Indonesia telah memiliki rencana untuk mengonsolidasikan berbagai program pemberdayaan UMKM ke dalam platform SAPA UMKM yang dapat membuka peluang untuk mengintegrasikan dan menyelaraskan program-program tersebut ke dalam kerangka yang lebih komprehensif.

Pendekatan terpadu ini dapat mencakup penguatan keterampilan bisnis penting yang sesuai dengan UMKM di berbagai tahap perkembangan serta berbagai sektor dan segmen. Upaya ini penting untuk dilakukan mengingat proyeksi ekonomi digital nasional, yang diperkirakan akan mencapai Rp2.100 triliun pada tahun 2025, dan terus tumbuh menjadi Rp5.953 triliun pada tahun 2030.

Sektor ini akan berkontribusi pula sebesar 11% terhadap PDB nasional, dengan target yang lebih ambisius yaitu mencapai 20% tahun 2045. Terlebih lagi, visi Asta Cita milik Presiden Prabowo Subianto menempatkan transformasi digital dan pemberdayaan UMKM sebagai pilar utama strategi pencapaian pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029.

Untuk mendukung visi ini, pemerintah terus berkolaborasi dengan sektor swasta, organisasi madani, dan perguruan tinggi untuk mendigitalkan 30 juta UMKM pada tahun ini. Kementerian Komunikasi dan Digital menyebutkan bahwa hingga tahun 2024, sebanyak 25 juta UMKM telah "go digital". Namun, banyak dari mereka masih mengalami kesulitan dalam mempertahankan digital presence dan naik kelas. Hal ini menunjukkan masih adanya keterbatasan dalam program pemberdayaan yang ada saat ini.

Melalui pemetaan dan analisis terhadap program yang ada, studi ini mendapati berbagai format, mulai dari lokakarya tematik hingga program inkubasi dan pembinaan. Namun, ekosistemnya masih terfragmentasi. Sebagian besar inisiatif ini masih bersifat jangka pendek dan berfokus pada hal-hal terbatas, sering kali hanya mencakup keterampilan digital dasar dan penggunaan platform digital.

Tantangan lain yang muncul adalah masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan mengembangkan usaha mereka, meskipun sudah menerima pelatihan atau bergabung ke platform digital. Setiap platform penjualan digital juga memiliki model bisnis dan kendala operasional yang berbeda, sehingga sulit merancang program pelatihan yang benar-benar komprehensif untuk mendukung semua tahapan perjalanan penjualan daring.

Program pemberdayaan dan pelatihan harus dirancang untuk mendukung UMKM dalam setiap tahapan pertumbuhan usaha, mulai dari tahap awal hingga tahap ekspansi. Program-program ini juga perlu bersifat inklusif dan disesuaikan dengan berbagai sektor usaha dan segmen peserta, seperti komunitas pedesaan, wirausaha perempuan, dan penyandang disabilitas.

Sebelum berjualan secara daring, pengusaha UMKM juga perlu memiliki literasi keuangan dasar, konsistensi menjalankan usaha, dan kesiapan produk. Kemampuan memanfaatkan layanan keuangan digital juga semakin penting, seiring dengan terus meningkatnya transaksi digital dan penggunaan aplikasi perbankan, produk fintech, e-commerce, dan sosial media untuk usaha. Hal ini menunjukkan perlunya topik pemanfaatan layanan keuangan dalam program, agar pelaku usaha mampu bersaing secara digital. 

Baca Juga: Transaksi E-Commerce Tembus Rp1.000 Triliun, UMKM Didorong Melek Digital Biar Naik Kelas

Tantangan lain yang ditemukan dalam studi ini adalah kurangnya koordinasi, akses informasi, dan kesinambungan antar program. Banyak UMKM yang tidak mengetahui adanya program yang dapat memberikan manfaat yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sementara yang lain kesulitan menemukan atau melanjutkan pelatihan yang pernah mereka ikuti.

Duplikasi konten program juga menjadi hal yang umum terjadi. Beberapa peserta program akhirnya mengikuti pelatihan yang sama berulang kali, baik karena terbatasnya jangkauan kepada peserta baru, kecenderungan penyelenggara mengundang peserta yang sudah terdaftar sebelumnya, maupun karena motivasi insentif finansial.

Agar bisa membuat program yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan bisnis UMKM, perlu adanya basis data nasional tentang UMKM. Sebab, tanpa data informasi terkait sejauh mana perjalanan UMKM dalam berjualan daring atau program pelatihan apa saja yang telah mereka ikuti, akan sulit untuk mengidentifikasi program yang sesuai dengan kebutuhan, menilai progres kemajuan, maupun memastikan kelompok yang kurang terlayani terjangkau oleh program-program tersebut.

Oleh karena itu, Kementerian UMKM saat ini tengah mengembangakan pusat data UMKM guna meningkatkan penargetan dan efektifitas program.

"Dengan adanya pusat data, berbagai tahapan perkembangan UMKM di Indonesia akan lebih mudah dipahami sehingga dapat menghadirkan program yang lebih sesuai dan efektif untuk mendukung pertumbuhan bisnis UMKM. Ini menjadi peluang besar bagi para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi, menyatukan upaya, dan mengatasi tantangan yang dihadapi program-program yang ada," tutup Jake Kendal.

上一篇:Temui Mahfud MD dan Dua Pihak Lainnya, Teten Masduki Bahas Bersama UU Kepailitan
下一篇:Penyebab Sementara Kebakaran Kapal Tegal Diungkap Polda Jateng
相关文章